KKN Angkatan 45 Tahun 2021

PROGRAM KULIAH KERJA NYATA (KKN)

DI INDONESIA DAN PERKEMBANGANNYA DI PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH

 

 

  1. Sejarah Singkat KKN

Sebagai bentuk praktik pembelajaran dan pedidikan secara langsung di masyarakat, Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu kegiatan wajib bagi mahasiswa untuk dapat berinteraksi dan berbagi ilmu dan pengalaman mereka. Dengan KKN, mahasiswa dituntut untuk mampu membaca realitas sosial, belajar berdaptasi, melakukan identifikasi dan berpartisiasi dalam mencari solusi bagi berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan.

Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah (PTMA) menyelenggarakan KKN sebagai salah satu usaha meningkatkan kualitas pendidikan khususnya bagi mahasiswa dan juga bagi PTMA sendiri. KKN dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat agar ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni (IPTEKS) yang dikembangkan PTMA dapat bermanfaat dan relevan dengan realitas kehidupan dalam masyarakat.

Mahasiswa sebagai peserta KKN diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama belajar di kampus yakni dalam pengalaman belajar langsung di tengah-tengah masyarakat. Proses pengejawantahan nilai-nilai akademik di kampus dengan praktik KKN dalam kenyataannya juga diharapkan dapat menginternalisasikan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial dan kedewasaan bersikap dan berpikir, sehingga melahirkan rasa optimis dan percaya diri yang positif dan bermanfaat bagi mahasiswa.

Pasca pelaksanaan KKN, para peserta akan memperoleh pencerahan dan bekal tentang kemasyarakatan dan berbagai cara mengatasi persoalan keseharian yang melingkupinya. Sehingga kelak ketika lulus dari kuliah, mahasiswa telah cukup matang dan meningkat potensi kreatifnya, kepekaan sosialnya dan berguna bagi kehidupan berbngsa dan bernegara.

Sesungguhnya, program kegiatan KKN ini dulu dikenal sebagai program pendayagunaan potensi mahasiswa dalam lingkungan masyarakat yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi sejak 1950-an dengan kegiatan yang dikenal dengan nama “Pengetahuan Tenaga Mahasiswa”. Program ini sebenarnya dimaksudkan untuk menjembatani jurang perbedaan kemajuan yang menganga dalam dunia pendidikan antara di Pulau Jawa dengan pulau-pulau di luar. Para mahasiswa disebarkan ke berbagai daerah di luar Jawa untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama di bangku kuliah untuk pembangunan masyarakat desa.

Program tersebut fokus pada gerakan pemberantasan buta huruf dan bahkan terkadang juga pada pembangunan fisik dengan segala keterbatasannya. Program Pengerahan Tenaga Mahasiswa ini cukup sukses, sebab berbagai daerah di luar Jawa pada akhirnya mampu membangun sekolah menengah. Ini pula yang akan mendorong daya pembangunan di penjuru tanah air. Program ini tentu saja memakan durasi cukup lama, bahkan tidak jarang mahasiswa tinggal di daerah untuk menuntaskan tugasnya.

Pembangunan desa di Indonesia direalisasikan sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, pada 1971 Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Hassanuddin (Unhas), dan Universitas Andalas diamanahi oleh Direktur Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai proyek perintis untuk menyelenggarakan program Pengerahan Tenaga Mahasiswa dengan nama “Pengabdian Mahasiswa pada Masyarakat”. Hasil kegiatan rintisannya itu di rembug dalam Rapat Rektor Universitas/Institut pada 1972. Semua pimpinan Perguruan Tinggi setuju untuk meneruskan kegiatan rintisan itu dengan mengajak 13 universitas, yaitu : Universitas Syah Kuala, Universitas Sumatera Utara, Universitas Andalas, Universitas Sriwijaya, Universitas Padjadjaran, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Universitas Udayana, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Hasanuddin, Universitas Sam Ratulangi, dan Universitas Patimura.

Pada 1973, diselenggarakan program Bimbingan Massal (Binmas) di Institur Pertanian Bogor (IPB) dan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) yang diadakan oleh Badan Urusan Tenaga Sukarela Indonesia (BUTSI). Kegiatan rintisan itu menjadi modal berharga bagi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) untuk membentuk kegiatan “Pengabdian Mahasiswa kepada Masyarakat” yang diwajibkan untuk semua Perguruan Tinggi di Indonesia sehingga lahirlah Kuliah Kerja Nyata (KKN).

Pada 2008 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mulai mengadakan Kuliah Kerja Nyata untuk Muhammadiyah (KKN Mu) dengan kegiatan Pemberdayaan Ranting Muhammadiyah dan KKN Muktamar Muhammadiyah. Pada 2013, KKN untuk Muhammadiyah itu dinamakan KKN Muhammadiyah untuk Negeri. Pada 2014, atas ide dari Lembaga Seni Budaya dan Olahraga Pimpinan (LSBO) PP Muhammadiyah, LPM Universitas Ahmad Dahlan melibatkan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah (PTMA) untuk melaksanakan KKN Muhammadiyah untuk Negeri.

Sejak awal tahun 2000-an, UAD dan beberapa PTM/PTA mengembangkan tiga macam bentuk KKN, yaitu KKN Reguler, KKN Non reguler, dan KKN Khusus. Oleh karena KKN Non reguler menawarkan sejumlah alternatif bentuk KKN, maka KKN Non reguler ini lebih dikenal dengan istilah KKN Alternatif. Penyebutan yang dibakukan dalam pengelolaan KKN UAD, digunakan istilah KKN Alternatif, sedangkan di UMS dikenal KKN Dik (KKN Pendidikan). Selain KKN Reguler dan KKN Alternatif, jika dipandang perlu LPPM PTM/PTA dapat memprogramkan KKN Khusus. Dalam operasional pelaksanaannya, KKN Khusus ini dapat dilaksanakan seperti KKN Reguler, KKN Alternatif ataupun campuran antara KKN Reguler dan KKN Alternatif. Adapun contoh bentuk KKN Khusus ini antara lain KKN Mubaligh Hijrah, KKN Ramadhan, KKN Relawan Bencana Alam, KKN Internasional, KKN-PPM, KKN Muhammadiyah untuk Negeri, dan KKN Kebangsaan.

Ada tiga komponen yang dijadikan sasaran program KKN, yaitu Mahasiswa, Perguruan Tinggi dan Masyarakat. Bagi mahasiswa program KKN akan menambah pengetahuan dan pemahaman mereka tentang berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, bekerja dalam kelompok interdisiplin keilmuan dan lintas ilmu untuk Perguruan Tinggi. Sebagai bentuk praktik pembelajaran dan pedidikan secara langsung di masyarakat, Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu kegiatan wajib bagi mahasiswa untuk dapat berinteraksi dan berbagi ilmu dan pengalaman mereka. Dengan KKN, mahasiswa dituntut untuk mampu membaca realitas sosial, belajar berdaptasi, melakukan identifikasi dan berpartisiasi dalam mencari solusi bagi berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan.

 

  1. Pengertian KKN

Kuliah Kerja Nyata adalah bagian integral dari proses pendidikan yang mempunyai ciri-ciri khusus, karenanya sistem penyelenggaraannya memerlukan landasan idiil yang secara filosofis akan memberikan gambaran serta pengertian yang utuh tentang apa, bagaimana serta untuk apa KKN itu diselenggarakan. Landasan secara filosofis akan memberikan petunjuk serta mengendalikan pola pikir dan pola tindakan dalam setiap proses penyelenggaraan KKN yang pada gilirannya akan membedakan dari bentuk-bentuk kegiatan lain yang bukan KKN.

Kuliah Kerja Nyata (KKN) sekurang-kurangnya mengandung lima aspek yang bernilai fundamental dan berwawasan filosofis yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, yaitu :

  1. Keterpaduan Pelaksanaan Catur Dharma Perguruan Tinggi

KKN merupakan suatu bentuk kegiatan yang memadukan Dharma Pendidikan dan Pengajaran; Dharma Penelitian; dan Dharma Pengabdian Kepada Masyarakat sekaligus dalam satu kegiatan nilai-nilai keagamaan KeIslaman dan Kemuhammadiyahan (Catur Dharma). Sebagai bentuk kegiatan Pendidikan dan Pengajaran, KKN merupakan bagian integral dari kurikulum pendidikan tinggi Strata Satu (S1). Hal ini berarti bahwa kuliah kerja Nyata sebagai program tidak berdiri sendiri dan tidak terpisahkan dari tujuan dan isi pendidikan tinggi lainnya; berfungsi sebagai pengikat dan perangkum semua isi kurikulum dan bahkan penambahan atau pelengkap isi kurikulum yang telah ada; merupakan pengalaman belajar yang menghubungkan konsep-konsep akademis dengan realita kehidupan dalam masyarakat; pengetahuan teori mahasiswa dapat diperkaya melalui pengalaman praktis di lapangan; akhirnya akan mematangkan kepribadian mahasiswa, menumbuhkan rasa percaya diri sebagai calon pemimpin yang handal bagi pembangunan bangsa.

Dalam kaitannya dengan penelitian, mahasiswa di dalam kegiatan KKN diajak untuk ikut mengamati, menelaah/menganalisis, menarik kesimpulan dari data kondisi dan situasi wilayah kerja yang dikumpulkannya kemudian merumuskan masalah yang dihadapi lalu mengambil keputusan untuk pemecahan dan penanggulangan dari berbagai alternatif yang ada sesuai dengan kondisi wilayah kerja dan kemampuannya.

Sebagai kegiatan pengabdian kepada masyarakat, mahasiswa telah mengamalkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang dikuasai secara ilmiah, melembaga, dan langsung kepada masyarakat yang akan menikmati manfaat IPTEKS tersebut.

 

  1. Pendekatan Interdisipliner dan Komprehensif

KKN merupakan pengalaman ilmu yang menuntut mahasiswa kepada pola berpikir interdisipliner dan komprehensif. Usaha pemecahan berbagai masalah nyata yang timbul dalam pembangunan masyarakat dengan pendekatan interdisipliner dan merupakan pengalaman belajar baru bagi mahasiswa.

KKN mempunyai falsafah dan tujuan yang berbeda dengan apa yang dikenal sebagai Program Praktik Lapangan (PPL), Kemah Kerja Mahasiswa (KKM), Kuliah Kerja Lapangan (KKL), Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) ataupun praktik umum mahasiswa (PUM). Kegiatan seperti tersebut di atas selalu bertolak dari dan bergerak sebatas bidang ilmu yang sedang dipelajarinya. Meskipun mungkin bersifat ilmiah, tetapi cenderung bersifat sempit atau tidak interdisipliner.

 

  1. Lintas Sektoral

KKN merupakan pengalaman ilmu yang menuntut mahasiswa kepada pola berpikir interdisipliner dan komprehensif, maka sebagai konsekuensinya akan berusaha  memecahkan berbagai masalah nyata yang timbul dalam pembangunan masyarakat dengan sistem lintas sektoral. Mencoba memandang suatu masalah ditinjau dari berbagai kepentingan sektoral dan tidak memberikan kecenderungan ego sektoralnya. Hal ini pun merupakan pengalaman belajar baru bagi mahasiswa.

 

  1. Dimensi yang Luas dan Kepragmatisan

Kegiatan dengan model KKN bukan hanya melahirkan dan mengembangkan ilmu yang telah dipelajari secara formal di perguruan tinggi, tetapi juga segala pengetahuan, pengalaman dan intelegensia yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa. Dengan perkataan lain, semua yang dikerjakan mahasiswa melalui kegiatan KKN harus berdimensi luas, namun relevan dengan upaya memajukan masyarakat dan secara nyata berguna bagi masyarakat.

 

  1. Keterlibatan Masyarakat Secara Aktif

Pelaksanaan KKN selalu menuntut adanya jalinan kerjasama yang baik serta keterlibatan yang aktif di antara mahasiswa dan masyarakat yang meliputi semua proses yang berkaitan dengan observasi (pengumpulan data dan informasi), analisis situasi, identifikasi, perumusan masalah, memilih alternatif pemecahan masalah, perumusan program, rencana kerja, pelaksanaan, dan evaluasi hasilnya.

 

  1. Tujuan dan Sasaran KKN

 

  1. Tujuan KKN

KKN adalah program intrakurikuler dengan tujuan utama untuk memberikan pendidikan kepada mahasiswa, namun demikian karena pelaksanaannya mengambil lokasi di masyarakat dan memerlukan keterlibatan masyarakat, maka realisasinya di lapangan harus bisa memberikan manfaat bagi masyarakat yang bersangkutan, sehingga KKN memiliki arah ganda yaitu:

  1. Memberikan pendidikan pelengkap kepada mahasiswa; dan
  2. Membantu masyarakat melancarkan pembangunan di lokasinya masing-masing.

Secara eksplisit, banyak tujuan-tujuan yang harus dicapai bersama melalui program KKN, diantaranya :

  1. Memberikan pengalaman belajar tentang pembangunan masyarakat dan pengalaman kerja nyata dalam pembangunan secara keseluruhan;
  2. Mencetak kepribadian mahasiswa menjadi lebih dewasa, dan bertambah luasnya wawasan mahasiswa;
  3. Memacu pembangunan masyarakat dengan menumbuhkan motivasi kekuatan sendiri sebagai sumber daya melalui pemberdayaan;
  4. Mendekatkan civitas akademika (perguruan tinggi) dengan masyarakat.

 

 

 

  1. Sasaran KKN

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka KKN mempunyai kelompok sasaran yaitu unsur-unsur yang terlibat dalam seluruh komponen kegiatan KKN. Secara klimaks, keberhasilan KKN ditentukan oleh kelompok sasaran tersebut. Kelompok sasaran dimaksud meliputi kelompok sasaran mahasiswa, kelompok sasaran masyarakat  (bersama pemerintah daerah), dan kelompok sasaran lembaga perguruan tinggi.

 

  1. KKN dan Pengembangan Peta Dakwah

Pada pertengahan tahun 1980, sudah tumbuh benih kesadaran umum dikalangan pengurus Majelis Tabligh Muhammadiyah akan perlunya usaha untuk membangun dan mengembangkan Peta Dakwah untuk dijadikan dasar utama bagi perumusan kebijakan dakwah di kalangan Muhammadiyah. Itu semua dilakukan agar kegiatan dakwah Muhammadiyah dapat berjalan dengan effektif dan efisien dalam rangka menuju tercapainya tujuan Muhammadiyah dengan lebih terarah, effektif dan efisien. Gairah untuk mewujudkan Peta Dakwah itu pada mulanya sangat tinggi, tetapi seiring dengan berlarinya waktum semangat untuk meneruskan gagasan Peta Dakwah itu mulai mengendut dan seolah dilupakan. Ada berbagai alasan mengapa usaha untuk merealisasikan terwujudnya Peta Dakwah itu akhirnya terhenti. Selain SDM dan ketersediaan dan yang sangat terbatas, juga disebabkan tidak atau belum ditemukan strategi dan cara alternatif untuk mengumpulkan data sebagai bahan baku bagi terwujudnya Peta Dakwah itu dengan effektif dan efisien. Memang tidak mudah sebenarnya untuk mewujudkan Peta Dakwah itu karena membutuhkan komitmen SDM secara terus menerus dan ketersediaan dana yang cukup besar secara berkelanjutan.

Sebenarnya sudah cukup lama Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah ingin kembali mengembangkan program Peta Dakwah dengan memanfaatkan kegiatan KKN yang dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Porsi terbesar Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah yang berjumlah 166 PTM/PTA itu, dapat melibatkan mahasiswa S1 yang terlibat KKN bertugas untuk melakukan studi etnografi cepat di desa atau wilayah tempat mereka bertugas. Sudah dapat dibayangkan dengan “tugas Ekstra” yang diberikan kepada sebagian kecil mahasiswa itu dan kemudian menulis laporan etnografi cepat di tempat mereka bertugas, Muhammadiyah akan memiliki data etnografi, yang dapat memotret secara umum tentang keadaan alam, sosial, ekonomi dan masalah utama yang dihadapi oleh pendudukan desa tersebut. Dengan itu, dalam waktu yang relatif singkat, Muhammadiyah akan memiliki Peta masyarakat desa dan kawasan di hampir semua wilayah Indonesia dan catatan masalah yang dihadapi oleh masyarakat setempat. Dengan program “Peta Dakwah” yang dilakukan secara bekelanjutan, Muhammadiyah diharapkan akan lebih mudah membangun strategi yang tepat dalam rangka untuk melaksanakan misinya.

Sejak periode kepengurusan tahun 2010-2015, gagasan untuk memanfaatkan program KKN sebagai sarana pengumpulan data etnografi dari daerah yang menjadi tempat KKN Perguruan Tinggi Muhammadiyah sudah dapat diujicobakan. Akan tetapi, berbagai alasan telah menggelamkan gagasan itu. Baru kemudian pada periode kepengurusan periode 2015-2020, gagasan ini kembali untuk dilaksanakan.

Untuk menggairahkan kembali semangat unutk mewujudkan pengembangan Peta Dakwah melalui program KKN itu semakin mendapatkan legitimasinya setelah diselenggarakan workshop beberapa Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Jakarta pada 14-15 Juni 2017. Pada kegiatan ini hadir peserta dari UMS, Uhamka, UMY, UMSU, Majelis Tabligh dan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Aisyiah. Dalam workshop itu disimpulkan bahwa KKN yang diselenggarakan oleh PTM dan PTA dapat dijadikan sarana bagi kelengkapan pengembangan Peta Dakwah Muhammadiyah. Sesuai dengan Tupoksi yang dimilikinya, Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dapat mengambil peran utama dalam pelaksanaan pengembangan Peta Dakwah yang akan membantu Muhammadiyah dalam mencapai tujuannya.

Sebagai usaha untuk memahami pelaksanaan KKN yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Muhammadiyah, pada 30 Juli sampai dengan 1 Agustus 2017, tim Majelis Diktilibang PP Muhammadiyah, menghadiri pelaksanaan KKN MU di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. KKN ini diikuti oleh sebanyak lebih dari 200 mahasiswa. Mahasiswa melakukan KKN selama sebulan di daerah itu. Sebagian kecil dari mahasiswa secara sukarela melakukan “penelitian etnografi cepat” di desa tempat mereka tinggal selama KKN. Sebagai pedoman bagi pelaksanaan penelitian itu, secara singkat dijelaskan oleh Tim tentang teknik pengumpulan data dan penulisan laporan. Ada lima kelompok mahasiswa yang melakukan uji coba penelitian etnografi itu. Setiap kelompok terdiri dari tiga sampai dengan lima mahasiswa dan salah seorang mahasiswa dari setiap kelompok diminta secara sukarela untuk menjadi Kepala kelompok. Kecuali itu, seorang mahasiswa yang dapat memahami bahasa masyarakat setempat menjadi anggota dari setiap kelompok, agar komunikasi diantara mahasiswa yang bertugas dengan penduduk-penduduk setempat dapat berjalan dengan lancar.

Dari uraian singkat di atas dapat diringkas bahwa Peta Dakwah berfungsi penting bagi Muhammadiyah dalam usaha mencapai tujuannya. Dengan tersedianya Peta Dakwah yang memaparkan gambaran atau potret kehidupan suatu masyarakat (desa ataupun kampung di wilayah perkotaan), baik kehidupan sosial, ekonomi, politik, lingkungan alamnya serta dinamika hubungan lingkungan alam dengan kehidupan manusia, Muhammadiyah dapat merumuskan strategi dakwah yang tepat untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat setempat. Peta Dakwah dapat menjadi salah satu rujukan penting bagi merumuskan strategi Dakwah dengan memilih program yang strategis untuk mengawali kehadiran Muhammadiyah di wilayah itu, apakah melalui pendidirian Cabang atau Ranting, mendirikan Lembaga Pendidikan, Sarana Ibadah, Kesehatan dan sebagainya. Itu semua ditujukan untuk mendorong bagi kemajuan kehidupan masyarakat setempat.

Disadari sepenuhnya bahwa untuk merealisasikan program Peta Dakwah diperlukan curahan energi yang cukup besar, baik berupa curahan dana yang cukup besar dan tersedianya SDM yang punya komitmen dengan program itu. Untuk mengurangi beban berat itu, memanfaatkan kegiatan Kuliah Kerja Nyata yang diselenggarakan oleh PTM/PTA dapat menjadi solusi bagi terwujudnya program Peta Dakwah itu. Jika saja program yang dirancang ini dapat berjakan tanpa kendala yang berarti diperkirakan dalam waktu tiga sampai 5 tahun ke depan laporan profile atau potret kehidupan masyarakat dan lingkungan alam wilayah yang menjadi ajang kegiatan KKN akan terhidang dengan baik dan akan menjadi bahan berharga baik terwujudkan Peta Dakwah Muhammadiyah di tanah air.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

SKEMA KKN AMAL USAHA DAN PENANGANAN COVID-19

 

Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UM Palangkaraya) sebagai lembaga Pendidikan Tinggi berkewajiban untuk melaksanakan Catur Dharma Perguruan Tinggi. Salah satu unsur dari Catur Dharma Perguruan Tinggi tersebut adalah kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, cara, dan variasi sehingga betul-betul sebagai kegiatan yang memberikan makna di masyarakat. Salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat di dunia kampus salah satunya dilakukan melalui kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan akhir-akhir ini sebagian institusi juga memberi nama lain.

Masing-masing program studi di lingkungan UM Palangkaraya juga memberi apresiasi yang berbeda-beda dalam turut serta melaksanakan pengabdian pada masyarakat yang dituangkan dalam kurikulum perkuliahannya dan wajib diprogramkan oleh mahasiswa sebagai mata kuliah wajib tempuh. Sebagian memberikan nama mata kuliah sebagai Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan ada juga sebagian menyebutnya Kuliah Kerja Lapangan (KKL) namun dengan silabus yang sama. Melalui kegiatan KKN maupun KKL tersebut mahasiswa UM Palangkaraya sebagai calon pengabdi pada masyarakat dapat mengamalkan ilmu yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat dengan berkolaborasi dalam membutuhkan sumbangan tenaga dan pikiran dalam bentuk merencanakan bersama, membiayai bersama dan menghasilkan manfaat bersama. Oleh sebab itu, berdasarkan kewajiban yang dimiliki maupun amanah persyarikatan (Perguruan Tinggi Muhammadiyah = PTM), maka UM Palangkaraya selalu secara periodik dan terjadwal melaksanakan kegiatan KKN UM Palangkaraya yang saat ini kegiatannya telah memasuki Angkatan Ke-45 di Tahun 2021 ini.

 

  1. Tujuan Kegiatan KKN di UM Palangkaraya

Kegiatan KKN UM Palangkaraya Angkatan Ke-45 Semester Genap Tahun Akademik 2020/2021 bertujuan untuk :

  1. Melatih mahasiswa, khususnya peserta KKN agar mampu mengembangkan dan memadukan kaidah teoritis yang diperoleh di perkuliahan dengan praktik bermasyarakat di lapangan;
  2. Meningkatkan peran pengabdian untuk memakmurkan komplek Perguruan Muhammadiyah di Kabupaten/Kota Palangka Raya, Pulang Pisau, dan Kasongan.
  3. Meningkatkan peran pembangunan dan pengembangan di lokasi-lokasi Amal Usaha Persyarikatan Muhammadiyah sehingga secara langsung dan tidak langsung turut serta mewujudkan masyarakat yang green dan Islami;
  4. Meningkatkan peran dan motivasi mahasiswa ke masyarakat, khususnya kepada mahasiswa dan warga Muhammadiyah di lokasi kegiatan KKN melalui penataan, meningkatkan keindahan, dan pelestarian lingkungan yang berada di lokasi-lokasi Amal Usaha Persyarikatan Muhammadiyah sebagai nafas green dan Islami.
  5. Menumbuhkembangkan kecintaan seluruh Civitas Akademika UM Palangkaraya terhadap keberadaan Perguruan Muhammadiyah dan lokasi-lokasi Amal Usaha Persyarikatan Muhammadiyah.
  6. Secara umum memberikan motivasi, pengalaman, dan menumbuhkembangkan kecintaan kepada seluruh Civitas Akademika UM Palangkaraya dalam kemampuan mengabdi kepada masyarakat.
  7. Meningkatkan peran serta mahasiswa dan Civitas Akademika UM Palangkaraya dalam pembangunan masyarakat khususnya masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan melalui kegiatan amal jariyah berupa gerakan pencerahan, pemberdayaan, pendampingan dan bentuk pengabdian kepada masyarakat lainnya yang bernafaskan fiqih Al Ma’un, konsep green dan atmosfer masyarakat yang Islami.

SKEMA KKN ETNOGRAFI

 

  1. Tujuan Umum

Tujuan pelaksanaan kajian etnografi pada program KKN dan PPM adalah: pertama, mahasiswa mampu mengeksplor atau menggali sekaligus mengindentifikasi karakteristik demografis beserta gambaran kondisi sosial-ekonomi-budaya-fisik serta ideologi masyarakat: kedua, mahasiswa mampu mengungkapkan point of view masyarakat setempat terkait lingkungannya dan kehidupan mereka; ketiga, mahasiswa mampu memetakan kondisi goegrafis daerah setempat, lingkungan fisik, serta sarana prasarana yang ada; dan keempat, mahasiswa mampu menyusun laporan hasil wawancara dan observasi berbasis data demografis dan etnografis yang dibutuhkan dalam perluasan Dakwah Muhammadiyah.

 

  1. Definisi dan Ciri-ciri Etnografi

Etnografi artinya field work, turun langsung mencari data ke lapangan, untuk menemukan, kemudian menggambarkan secara holistik, sistem sosiokultural suatu masyarakat atau cara hidup suatu masyarakat. Etnografi adalah hidup bersama masyarakat, melihat kehidupan sehari-hari mereka, berbual dalam bahasa mereka, melihat dunia sebagaimana mereka melihatnya. Singkatnya etnografi adalah menangkap “the native’s point of view, his relation to life, to realize his vision and his world,”kata Malinowski (1950:25).

Secara umum etnografi adalah sebuah metode penelitian yang ilmiah mengikuti prinsip-prinsip dan prosedur yang umum dalam metode penelitian ilmu sosiokultural, yaitu objektif, logik, dan prosedural. Objektif artinya penggambaran situasi dan kondisi lapangan, analisis, dan penarikan kesimpulan harus berdasarkan atas data dan informasi yang objektif, nyata, dapat ditunjukkan bukti-buktinya. Analisis dan penarikan kesimpulan dilakukan secara logik atau masuk akal, tidak atas dasar kepercayaan kepada yang ghaib, dongeng, tradisi, dan lain-lain. Ketiga, prosedural artinya penelitian harus dilakukan dengan prosedurm tatacara, yang sudah disepakati umum dalam metode penelitian etnografi.

Beberapa ciri khas dari metode penelitian etnografi adalah sebagai berikut. Pertama, etnografi menggunakan pendekatan induktif bukan deduktif, membangun teori atau hipotesis (theory construction) bukan menguji teori atau hipotesis (theory verification). Mula-mula peneliti mendeskripsikan data hasil penemuan lapangan secara rinci namun tidak bertele-tele dan keluar dari tema penelitian. Setelah itu peneliti membuat abstraksi dan mengelompokkan data ke dalam konsep-konsep yang relavan. Dengan menggatokkan satu konsep dengan konsep yang lain maka peneliti semestinya dapat membangun hipotesis-hipotesis yang diperoleh di lapangan. Hipotesis ini kembali diuji secara kwalitatif kepada informan dengan teknik yang sama, yaitu observasi, wawancara, dan bukti dokumen dan objek materi. Hasil pengujian ini adalah beberapa kesimpulan, yang pada gilirannya akan dirumuskan menjadi kesimpulan umum (teori). Jadi singkatnya penelitian etnografi adalah theory construction bukan theory verification.

Kedua, pengumpulan data dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan menggunakan teknik participant-observation, open & depth interview, diskusi dengan informan, dan mengumpulkan segala macam dokumen, terbitan, dan material yang ditemukan di lapangan. Singkatnya pengumpulan data ini kita sebut multimethod. Penelitian kwalitatif dikerjakan oleh seorang peneliti tunggal yang bisa disifatkan sebagai seorang bricoleur (Jack of all trades or a kind of professional do-it-yourself person). Semua hal dikerjakan sendiri oleh sang peneliti. Hasil pekerjaan sang peneliti (the bricoleur) adalah sebuah bricolage, yaitu satu rajutan berbagai data dan informasi (a pieced-together) yang bisa memberikan bantuan solusi bagi pemecahan satu masalah dalam situasi  yang nyata. Seorang peneliti etnografi (bricoleur) akan menggunakan instrumen metode dan analisis yang dianggapnya tepat dan berguna. Dia akan menggunakan strategi, metode, atau data empiris apa saja yang dia peroleh, yang dia anggap tepat dan berguna dari hasil kajiannya bagi pemecahan masalah (multimethod).

Seorang bricoleur sadar bahwa penelitian adalah suatu proses interaksi antara peneliti dengan subjek penelitian adalah suatu proses interaksi antara peneliti dengan subjek penelitian yang dipengaruhi oleh sejarah, biografi, gender, kelas sosial, ras, dan etnisiti sang peneliti, sang informan, dan semua orang yang terkait etnografi tidak dapat mengelak dari bias subjektifitas. Ini adalah tantangan dalam penelitian etnografi. Sejatinya penelitian etnografi adalah berdasarkan atas tradisi filsafat phenomenology, bahwa luar diri peneliti dan subjek penelitian. Dunia dilihat dan digambarkan ‘bukan seperti apa adanya’ tetapi ‘sebagai sesuatu yang mempunyai arti’, baik bagi sang peneliti maupun bagi masyarakat yang menjadi objek penelitian. Hal ini memberi ciri-ciri ketiga dari peneliltian etnografi.

Ciri-ciri ketiga ini berkaitan dengan ciri keempat, bahwa peneliti etnografi akan melihat dan menafsirkan fakta secara emic, yaitu menangkap data dan fenomena kultural sesuai dengan sudut pandangan penduduk setempat. Karena itu penelitian etnografi adalah penelitian interpretif, artinya data dan informasi yang diterima tidak ditangkap dan dilaporkan seperti apa adanya, tetapi dianggap sebagai simbol-simbol yang memerlukan penafsiran. Itulah sebabnya penelitian etnografi tidak menggunakan kuestioner (structured interview) dalam penelitian mereka, tapi menggunakan schedule, yaitu daftar informasi yang perlu dicari secara mendalam dan komprehensif.

Kelima, analisis dilakukan dengan pendekatan kwalitatif, bukan analisis statistik kuantitatif, karena tujuan akhir dari metode penelitian etnografi adalah untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh tentang sesuatu fenomena atau masalah sosiokultural (depth dan comprehensive).

Terakhir keenam, laporan penelitian adalah bersifat sistemik atau holistik-fungsional, tidak parsial dan segmental. Setiap fenomena dilihat berkaitan secara fungsional dengan fenomena-fenomena yang lain secara keseluruhan. Setiap bab sudah berisi data, analisis, dan kesimpulan tentang satu topik tertentu dari penelitian. Karena itu pola laporan hasil penelitian etnografi berbeda dari pola hasil penelitian survai sampel (kuantitatif).

Perlu diingat bahwa tidak ada dasaar untuk mengatakan bahwa secara saintifik metode penelitian etnografi (kwalitatif) adalah sesuatu yang khas dan berbeda dari metodologi survai sampel (kwantitatif). Kedua-duanya tidak boleh dilihat sebagai polaritas, dua kutub yang bertentangan, tetapi adalah metodologi yang dibenarkan dalam mencari kebenaran ilmiah, tergantung pada tujuan penelitian, peringkat penelitian, dan jenis data yang diperlukan.

 

  1. Definisi dan Ciri-ciri Etnografi Cepat

Studi etnografi cepat adalah tergolong ke dalam metode etnografi terapan. Berbeda dengan metode etnografi murni (pure ethnography) yang bertujuan untuk mengembangkan teori dan konsep dalam ilmu antropologi, dikerjakan oleh seorang peneliti tunggal sebagai bricoleur, dalam masa satu sampai dua tahun, maka etnografi terapan adalah penggunaan metode dan teknik penelitian etnografi untuk tujuan-tujuan praktis bagi pengembangan masyarakat, dikerjakan oleh satu tim riset, dan memakan masa yang singkat selama tidak lebih dari satu bulan. Etnografi cepat bisa bersifat deskriptif, sekedar untuk mendapatkan gambaran keadaan umum suatu komunitas, tetapi juga bisa bersifat terapan dalam arti hasil penelitian dianalisis secara diagnostik untuk menelurkan sebuah rekomendasi tindakan. Pengumpulan data harus jelas dan rinci panduannya, dan jelas pembagian kerja antara anggota tim. Harus jelas tujuan, dan tema risetnya. Harus jelas topik-topik data yang akan dikumpulkan, checklist, daftar pertanyaan, pedoman fgd, dan panduan-panduan lain, yang semuanya disusun untuk masa kerja lapangan selama sebulan.

 

  1. Tujuan “Studi Etnografi Cepat dalam Pengembangan Peta Dakwah”

Proyek Studi Etnografi Cepat ini diselenggarakan dalam konteks Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dalam lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah (PTMA). Tujuan terbagi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari proyek ini adalah “Membangun kesadaran dalam diri mahasiswa bahwa ilmu, keahlian, dan ketrampilan harus dimanfaatkan bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.” Dalam Program KKN-PTMA pemanfaatan ilmu, keahlian, dan ketrampilan ini dilaksanakan melalui Dakwah Lapangan. Dengan demikian Proyek Studi Etnografi Cepat adalah bagian dari Dakwah Lapangan.

Manakala tujuan khusus (tujuan praktis) dari proyek ini adalah:

  1. Membangun Peta Dakwah. “Mahasiswa membuat peta geografis, demografis, sosiologis, ekonomis, politis, keagamaan, potensi lokasi Dakwah Lapagan dan hal-hal lain yang terkait dengan kegiatan permberdayaan
  2. Mendiagnosis dan menyusun strategi dakwah lapangan yang sesuai dengan kearifan lokal.
  3. Mendiagnosis dan menyusun strategi bagi mendorong masyarakat mengembangkan institusi Muhammadiyah (institution building).

 

  1. Istilah Umum dalam KKN Etnografi
  1. Geografis: Peta komunitas, perumahan, sawah, tegalan, hutan, sungai, gunung,  dan lain-lain.
  2. Demografis: Kependudukan, jenis pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain.
  3. Sosiologis: Keluarga, rumah tangga, hubungan sosial, upacara-upacara sosial,  adat, dan lain-lain.
  4. Ekonomis: Sistem mata pencarian hidup (occupation), produksi, distribusi, perdagangan, pasar, konsumsi, keuangan, dan lain-lain.
  5. Politis: Sistem pemerintahan desa, politik desa, institusi politik, pemimpin formal dan informal, sistem pengambilan keputusan, ketertiban masyarakat, dan lain-lain.
  6. Keagamaan: Sistem kepercayaan dan agama, institusi agama, jumlah penganut agama. Pemimpin keagamaan, upacara-upacara keagamaan, dan lain-lain.
  7. Komunikasi: Infrastruktur jalan, radio, tv, koran, internet, android, dan lain-lain.
  8. Institution building: Pembangunan cabang atau ranting Muhammadiyah dengan dukungan anggota masyarakat lokal bagi menanamkan, memelihara, dan menyebarluaskan ideologi Muhammadiyah, yaitu “Islam yang berkemajuan”dan”Islam wassatiyah”.

 

  1. Metode Pengumpulan Data Dan Observasi

Usaha untuk mengumpulkan data bagi membuat profil wilayah yang dijadikan subjek KKN meliputi beberapa tahapan. Kegiatan pengumpulan data di lapangan, diawali dengan persiapan yang dilakukan di bawah koordinasi program KKN PTM/PTA pada beberapa hal sebagai berikut:

  1. Rekuitmen mahasiswa peserta KKN yang menjadi bagian dari kelompok studi etnografi sebanyak 7-10 orang mahasiswa perkelompok, yang terdiri dari mahasiswa dan mahasiswi dari disiplin keilmuan yang berbeda. Setiap kelompok dipimpin oleh seorang Ketua kelompok yang dipilih secara demokratis bersamaan dengan waktu kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh Universitas yang bersangkutan selama dua hari.
  1. Melengkapi mahasiswa dengan alat untuk melaksanakan kegiatan penelitian etnografi seperti: buku catatan (field notes), alat perekam suara, kamera (boleh juga smart phone) dan lain-lain.
  2. Menelusuri profil wilayah yang diteliti melalui bantuan internet dan dokumen lainnya, termasuk buku-buku dan terbitan lainnya yang pernah diterbitkan berita ataupun reportase tentang kawasan itu. Dapat dimulai dari dokumen yang berakitan dengan Kabupaten tempat wilayah penelitian itu akan dilakukan, yang kemudian turun ke Kecamatan dan desa atau kawasan yang akan menjadi subyek study. Data tertulis, berita di koran dan dokumen lainnya (termasuk foto dan media rekam lainnya) yang berkaitan dengan wilayah yang akan diteliti dapat dikumpulkan sebelum penelitian dilaksanakan.

Dokumen itu dapat ditelusuri melalui terbitan BPS, laporan tahunan Bupati, koran, jurnal dan dari media sosial lainnya. Jika wilayah itu sudah pernah diteliti oleh pihak Universitas atau lembaga penelitian lainnya, laporan penelitian itu juga sangat berguna untuk ditelusuri, baik yang berkaitan bidang pertanian, kesehatan, pendidikan dan lainnya. Dari kegiatan ini peneliti sudah dapat mendapatkan gambaran umum sementara dari calon wilayah penelitian baik yang menyangkut kehidupan masyarakat dan lingkungan alam setempat. Maksud penelusuran data melalui dokumen itu adalah sebagai modal pertama ketika mahasiswa melakukan penelitian. Jadi mereka terjun ke lapangan telah mengetahui kondisi awal dari kawasan yang akan diteliti.

 

  1. Pengumpulan Data Etnografi di Lapangan (Field Work)
  2. Penelusuran Dokumen di Lapangan

Pengumpulan dan penelusuran data tertulis atau dokumen lainnya tidak berhenti pada tahap awal sebelum peneliti terjun kelapangan itu. Pengumpulan dokumen dan data tertulis lainnya juga dilakukan ketika peneliti berada di lapangan. Peneliti mengumpulkan dokumen pelengkap yang lebih rinci yang diperoleh melalui kantor Desa dan Kecamatan tentang berbagai data yang menyangkut kondisi geografi dan lingkungan di kawasan penelitian termasuk peta atau denah, profil kependudukan, kegiatan ekonomi, kegiatan sosial dan keagamaan, fasilitas pendidikan, kesehatan (termasuk sistem kesehatan tradisional), lembaga yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat seperti kesenian, olahraga dan lain-lain baik yang tertulis tercetak maupun berupa foto dan lainnya, berguna untuk melengkapi dan menjadi pembanding berbagai dokumen yang diperoleh dalam persiapan KKN yang dilakukan.

 

  1. Observasi Terlibat (Participant Observation)

Tahap berikutnya dari kegiatan penelitian adalah melakukan observasi atau pengamatan terlibat. Yang dimaksud dengan kegiatan observasi terlibat adalah kegiatan penelitian yang bertujuan memperoleh data melalui melibatkan diri dengan aktivitas masyarakat yang diteliti. Yaitu dengan hadir di tengah aktivitas kehidupan mereka untuk melihat, mengamati, mendengarkan dan bahkan merasakan denyut jantung kehidupan masyarakat, agar peniliti memiliki pengetahuan dan bahkan memahami pola kehidupan masyarakat yang diteliti. Kegiatan observasi segera dilakukan begitu peneliti memulai melangkahkan kakinya menuju tempat penelitian. Peneliti mengamati dan merekam berbagai hal yang dijumpainya dalam perjalanan menuju tempat KKN, mulai dari jarak tempuh, kondisi jalan dan lingkungan alam, sistem transport yang dapat digunakan, biaya yang perlu dikeluarkan, kondisi lingkungan desa atau wilayah tempat tugas KKN dan sebagainya. Pada hari-hari pertama, peneliti mulai kegiatan dengan mengunjungi kantor Desa dan Kecamatan untuk menelusuri dokumen yang tersedia di sana, baik tentang jumlah penduduk, kondisi kesehatan, pendidikan, kegiatan ekonomi dan lain sebagainya. Dokumen yang diperoleh dapat dibandingkan dengan dokumen tahap persiapan yang diperoleh melalui sumber-sumber yang tidak langsung, seperti data dari internet, buku dan sebagainya.

Selain kegiatan itu, pada hari-hari pertama kehadirannya di tempat penelitian, peneliti seharusnya segera membuat denah (peta kasar) wilayah desa tempat mereka meneliti dengan berjalan berkeliling wilayah tugasnya. Selain menggambarkan keadaan wilayah, dalam denah itu juga dapat ditandai tempat-tempat penting seperti rumah kepala desa, Puskesmas, rumah ibadah, sekolah dan sebagainya. Pembuatan denah itu perlu dilakukan agar peneliti dapat dengan segera pergi ketempat-tempat tertentu dengan lebih cepat seperti menemui kepala desa di rumahnya dan keperluan lainnya. Denah itu dapat disalin dari bahan yang tersedia di kantor pedesaan.

Untuk menambah pengetahuan tentang wilayah yang dikaji, peneliti dapat melakukan tour keliling desa dan sekaligus memperbaiki denah yang telah didapat dari kantor desa, menambah dan mengurangi hal-hal yang penting untuk diketahui dan dikunjungi dalam usaha pengumpulan data seperti lokasi sekolah, kantor desa, fasilitas publik seperti sarana ibadah, kantor organisasi sosial, pasar, puskesmas, arena bermain dan sebagainya. Dalam kesempatan tour ini penelitian dapat pula mulai menjalin hubungan sosial dengan penduduk yang ditemui, berkenalan dan mencatat lokasi rumahnya. Sebenarnya tour yang dilakukan itu juga merupakan kegiatan observasi awal tentang kehidupan masyarakat di wilayah yang diteliti. Dengan bantuan Google Map, pembuatan Denah juga dapat dilakukan, dengan memberi tanda khusus pada situs yang penting untuk dikunjungi.

Berbeda dengan data yang diperoleh melalui penelusuran dokumen, dalam kegiatan observasi peneliti mempunyai kesempatan untuk berinteraksi, mencatat dan merekam, segala aspek dari dinamika kehidupan penduduk, mulai dari kegiatan ekonomi, sosial, keagamaan, politik, dan lain-lain aspek kehidupan masyarakat. Dari kegiatan observasi ini dapat diketahui secara langsung realita kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu observasi yang dilakukan seringkali disebut pula sebagai Pengamatan Terlibat (Participant Observation). Hal ini disebut demikian karena peneliti terjun pada kegiatan masyarakat dan terlibat dalam aktivitas yang dilakukannya seperti hadir di pasar, di tengah petani yang sedang menggarap sawahnya dan bahkan terlibat dalam aktivitas keagamaan seperti slametan dan upacara-upacara lainnya.

Kegiatan observasi dilakukan untuk mengetahui pola kehidupan sosial masyarakat setempat. Dalam melakukan observasi, peneliti dapat saja melakukan kegiatan penelitiannya pada setiap moment dari kehidupan sosial masyarakat seperti menyaksikan kegiatan pertanian, acara bersih desa, upacara pemakaman dan aktivitas sosial lainnya yang telah membudaya dan rutin dilakukan. Kejadian khusus yang terjadi secara mendadak seperti perkelahian, pencurian atau peristiwa kriminalitas lainnya perlu juga diperhatikan jika kemudian ternyata berkaitan dengan pola kehidupan yang sudah membudaya dalam masyarakat.

Observasi tidak cukup dilakukan dengan sekali kunjungan. Observasi harus dilakukan dengan kunjungan berkali-kali pada aktifitas sosial tertentu sampai tercapai tahap credibility data. Kegiatan ini dilakukan sebagai usaha untuk cek dan kontrol data.

  1. Beberapa Catatan Penting

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan observasi ini, yaitu di antaranya:

  1. Segala hal yang disaksikan dan didengar dalam kegiatan observasi harus dicatat dalam buku catatan khusus tentang: 1) Proses terjadinya peristiwa yang diteliti; 2) Identitas dan kategori aktor yang terlibat; 3) Tempat kejadian; 4) Tanggal dan hari kejadian; 5) Melakukan konstruksi kejadian; 6) Mencatat kejadian khusus, seperti upacara, peristiwa kriminal, dan lain-lain; 7) Merekam kejadian (jika memungkinkan).
  2. Jangan mengundur mencatat hasil observasi, karena bisa lupa.
  3. Segera mencatat segala hal yang diamati, dilihat dan di dengar, baik yang berkaitan dengan kejadian yang disaksikan, percakapan antara penduduk, lingkungan tempat kejadian itu terjadi dan aktor yang terlibat dalam pengamatan itu.
  4. Merumuskan sejumlah pertanyaan dari hasil observasi sebagai bagan bagi pendalaman data melalui kegiatan wawancara. Misalnya, apakah mereka yang bekerja sebagai petani di sawah, seperti yang diamati, adalah pemilik sawah atau penyewa atau buruh tani.

 

  1. Wawancara
  2. Pengantar Jenis Wawancara Kualitatif

Kita mulai bagian ini dengan membandingkan wawancara dalam metode penelitian kuantitatif dengan metode penelitian kuantitatif. Menurut Gordon W. Allport (metode penelitian kuantitatif) “Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi antara seorang enumerator dengan seorang responden dalam rangka memperoleh keterangan tentang diri dan pendapat responden dari responden itu sendiri.” Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Asumsinya, menurut Gordon W. Allport, pertama, “kalau kita mau tahu perasaan orang, pengalaman dan hal yang diingatnya, emosi dan motivasinya, dan mereka akan menjawab dengan jujur pertanyaan kita. Kuesioner dalam wawancara kuantitatif berisi pertanyaan tentang diri dan pendapat responden tentang sesuatu hal, dan responden dipilih dengan menggunakan teknik sampling.

Sebaliknya wawancara kualitatif adalah bertanya dan berdiskusi dengan seorang informan yang dianggap paham tentang suatu topik tertentu. Karena informan dianggap sebagai orang yang paham tentang topik yang ditanyakan, makan informan boleh dianggap atau diperlakukan sebagai seorang “guru”. Wawancara adalah untuk “mendapatkan pemahaman dari apa yang dikatakan sang guru.” Karena itu, wawancara dapat dilaksanakan dengan cara apa saja, kapan saja, dan dengan siapa saja, di mana saja, sepanjang seorang peneliti dapat menangkap secara mendalam dan komprehensif informasi tentang fenomena atau topik yang dicarinya. Seterusnya, karena bahasa adalah sistem simbol, maka apa yang diucapkan oleh seorang informan perlu ditafsirkan untuk mendapatkan pemahaman dan mendalam dan komprehensif. Tabel 1 dibawah ini memperlihatkan perbedaan teknik wawancara antara penelitian survei sampel (kuantitatif) dengan penelitian kualitatif (etnografi).